Latest News

Sunday, June 29, 2014

SUDAHKAH ANDA MEMBUNGKUK SAAT "AKU PERCAYA"?




SUDAHKAH ANDA MEMBUNGKUK SAAT "AKU PERCAYA"?

"Aku percaya akan Allah,
Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi.


Dan akan Yesus Kristus,
Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria;
…."

Coba ingat-ingat terakhir kali kita mengucapkan Syahadat Iman tersebut di gereja. Apakah kita terus berdiri?

Jika ya, maka sudah saatnya kita melihat kembali apa yang dikatakan oleh Gereja mengenai hal ini.

Caranya mudah saja. Buka bagian Tata Perayaan Ekaristi (TPE) di dalam Puji Syukur masing-masing. Itu lho, halaman kuningnya. Lalu lihat No. 16: SYAHADAT. Perhatikan kalimat kecil di bawahnya: "kata-kata yang dicetak miring diucapkan sambil membungkuk (khusus pada Hari Raya Natal: berlutut)".

Kata-kata yang dimaksud adalah bagian "Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia" dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, dan "dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria" dalam Syahadat Para Rasul (syahadat versi pendek yang biasa kita ucapkan).

Apa signifikansi sikap membungkuk / berlutut pada bagian tersebut?

Gereja Katolik sangat menghormati Misteri Inkarnasi, yaitu menjelmanya Allah Putera menjadi daging dalam rahim Perawan Maria. Peristiwa ini adalah titik awal pembaharuan sejarah umat manusia, sebuah batu loncatan besar sekaligus pemenuhan janji Allah dalam tata keselamatan. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita menunjukkan rasa hormat yang mendalam melalui sikap membungkuk / berlutut ketika mengucapkan kalimat "dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria".

Memangnya detil kecil seperti ini penting ya?

Tentu saja penting. Gereja Katolik menyatakan bahwa "Liturgi adalah juga keikutsertaan dalam doa yang Kristus sampaikan kepada Bapa dalam Roh Kudus" (Katekismus No. 1073). Bahkan, misteri keselamatan dunia juga "diwahyukan dalam sejarah dan dilaksanakan menurut satu rencana, artinya menurut satu 'tata' yang dipikirkan secara bijaksana, yang oleh Santo Paulus dinamakan 'tata misteri' (Ef 3:9)" (Katekismus No. 1066).

Kita semua kaum beriman tentu setuju bahwa rencana Allah tidak ada yang kecelakaan. Allah tidak pernah bekerja secara serampangan. Roh Allah adalah Roh keteraturan dan ketaatan. Jadi, ketaatan terhadap Tata Liturgi diharapkan menjadi cerminan ketaatan kita terhadap rencana Allah sendiri.

Bagi yang ada waktu untuk menonton video dan memiliki koneksi internet yang kuat, silahkan ditonton video Youtube di bawah ini. Berikut adalah video Misa Novus Ordo berbahasa Latin dari Keuskupan Surabaya, khusus bagian Credo (Syahadat).http://www.youtube.com/watch?v=0d5eKVcMJKE

Perhatikan, bahkan selebran dan pembantu-pembantu beliau juga membungkuk ketika mengucapkan "Et incarnatus est de Spiritu Sancto, ex Maria Virgine, et homo factus est." Hal ini juga berlaku ketika mengucapkan Syahadat dalam bahasa Indonesia.

Mari, pada Misa Kudus yang akan datang, kita melaksanakan apa yang semestinya kita laksanakan. Jangan lupa sosialisasikan dan sebarluaskan perihal ini kepada saudara-saudara seiman lainnya.


—Servus Veritatis—


Source : FB Gereja Katolik


Kisah Singkat Rasul Paulus

Kisah Singkat Rasul Paulus

Data sejarah mengenai riwayat hidup Paulus 
dapat ditelusuri dari tiga sumber yakni catatan-
catatan Paulus sendiri dalam beberapa suratnya 
yang asli, cerita Lukas dalam Kisah Para Rasul, 
dan catatan tentang masa tuanya dalam surat-
surat Deutero-Paulinis. Namun, dari ketiga 
sumber itu, sumber yang paling berbobot 
adalah catatan-catatan Paulus sendiri sebab 
kedua sumber yang lain kemungkinan besar 
sudah dibumbui oleh minat teologis dan 
literer para pengarangnya.

Paulus ini merupakan seorang Yahudi 
kelahiran Tarsus. Diperkirakan ia lahir pada 
dekade pertama abad I, yakni 5-10 tahun 
setelah Yesus lahir. Seperti halnya orang-
orang Yahudi pada masa itu, Paulus sejak 
lahir telah memiliki dua nama yakni satu 
nama Ibrani (Sya’ul, yang kemudian 
ditransliterasikan menjadi Saulus) dan satu 
lagi nama Yunani atau Romawi (Paulus). 
 Penggunaan kedua nama ini sebagai pembeda 
antara Saulus yang belum ‘bertobat’ 
(bergerak di kalangan Yahudi) dan Paulus 
yang sudah ‘bertobat’ (bermisi di kalangan 
bukan Yahudi) merupakan strategi literer 
 dari pengarang Kisah Para Rasul.

Paulus tumbuh besar dalam lingkungan 
helenis dan juga memelihara secara sungguh 
tradisi Yahudi yang mengalir dalam dirinya. 
Ia merupakan orang yang terpelajar dan 
pintar dalam retorika. Bagi Paulus, titik 
balik yang mengubah seluruh hidupnya 
adalah pengalaman akan Kristus yang 
 bangkit di dekat Damsyik. Perjumpaannya 
dengan Tuhan (kyrios) itulah yang menjadi 
motivasi dasar dari panggilan hidupnya 
sebagai seorang rasul (Gal. 1:16).

Tiga perjalanan misi Paulus
Dalam Kisah Para Rasul, perjalanan misi 
Paulus di Asia Kecil dan Yunani disajikan 
dalam tiga putaran. Perjalanan misi pertama 
berlangsung dari tahun 46-49. Paulus dan 
Barnabas pergi ke Siprus, Pafos, Perga, 
 Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra dan 
Derbe. Masalah besar yang muncul yakni 
soal integrasi banyaknya orang Kristen 
bukan Yahudi ke dalam jemaat Kristen 
Yahudi, terutama masalah tentang sunat 
dan menaati hukum Taurat.
Terhadap masalah ini, Paulus bersama dengan 
Barnabas, para rasul, dan penatua mengadakan 
sidang/konsili di Yerusalem, tahun 49. 
Hasilnya, dinyatakan bahwa sunat tidak 
merupakan persyaratan keselamatan. 
Bangsa-bangsa lain tidak boleh dibebani 
dengan sunat dan Taurat. Mereka diselamatkan 
Allah ketika percaya kepada Kristus.

Pasca sidang Yerusalem, di Antiokhia, muncul 
permasalahan baru yakni perihal berlakunya 
aturan makan Yahudi (makan kosher) bagi 
anggota bukan Yahudi. Alhasil, Yakobus, 
tanpa sepengetahuan Paulus, mengirim surat 
kepada jemaat di Antiokhia, Siria, dan Kilikia 
 yang berisi rekomendasi bahwa orang bukan 
Yahudi harus menjauhkan diri dari makanan 
persembahan kafir, darah, daging binatang 
yang mati tercekik, dan percabulan (Kis. 15:22-29).

Dalam perjalanan misi yang kedua (tahun 50-52), 
Paulus ditemani oleh Silas, Timotius, dan Lukas. 
Mereka antara lain bermisi ke Filipi, tempat 
jemaat pertamanya di Eropa, Tesalonika, Atena, 
Korintus, Efesus, dan Kaisarea. Paulus mengalami 
penolakan oleh para cendekiawan di Atena, 
namun misinya cukup berhasil di Korintus. 
Di sana, ia mendirikan jemaat yang penuh semangat. 
Dari kota inilah, Paulus tampaknya menulis 
surat pertama kepada jemaat di Tesalonika (tahun 51). 
Setelah itu, ia kembali lagi ke Antiokhia.

Perjalanan misinya yang ketiga (tahun 54-58) 
dimulai dengan pergi ke Efesus. Paulus 
menjadikan kota itu sebagai pusat aktivitas 
misionernya selama tiga tahun (Kis. 20:31). 
Di kota ini, Paulus menulis beberapa surat 
 yakni surat kepada jemaat di Galatia, surat 
kepada jemaat di Filipi, dan surat kepada Filemon. 
Pada masa itu, jemaat Korintus sedang terpecah-
belah. Paulus mencoba untuk menyatukan 
jemaat kembali dengan mengirim lima surat, 
mengadakan kunjungan, serta mengajak 
jemaat untuk mengumpulkan dana bagi 
orang miskin di Yerusalem.

Akhir riwayat
Datangnya Paulus ke Yerusalem (th.58) memicu 
 kemarahan orang-orang Kristen Yahudi. Mereka 
berusaha membunuh Paulus, namun untunglah 
ia diamankan oleh pasukan Romawi dan 
dipenjarakan oleh Antonius Feliks, prokurator 
 Yudea, selama dua tahun (Kis. 23:23-33).
Tahun 60, Paulus mengajukan permohonan 
naik banding ke Kaisar agar ia diadili di 
Roma (Kis. 25:11) dan ia pun tiba di Roma 
tahun 61. Selama 2 tahun, ia menjadi tahanan 
rumah dan menurut tafsiran tradisional, pada 
 periode ini, ia menulis surat Paulus kepada 
Filemon, Kolose, dan Efesus. Sementara itu, 
Surat-Surat Pastoral (Titus, 1-2 Timotius) 
 diperkirakan ditulis setelah ia dibebaskan 
dari tahanan rumah. Tahun kematian Paulus 
 tidak begitu jelas. Eusebius memberi kesaksian 
bahwa Paulus ditahan untuk kedua kalinya 
di Roma dan kemudian menjadi martir pada 
masa kaisar Nero, yakni sekitar tahun 67.

Source :

Pius Novrin

Kuliah di STF Driyarkara


                                                     

Engkau ditolak keluargamu?



Engkau ditolak keluargamu?

Engkau ditolak keluargamu?
Tuhan juga ditolak.
Engkau pernah dipukul di rumah?
Tuhan malah dicemeti, disesah.
Dunia menolak apa saja yang ingin kaulakukan
sehingga engkau merasa sendirian?
Jika demikian, kaualami yang sudah dialami Tuhan juga.
Apa saja yang terjadi dalam hidupmu,
apa saja yang pernah kaualami,
Tuhan sudah lama mengalaminya
lagi pula berlipat ganda.
Dia selalu bersamamu.


Source : FB Stefan Leks Full


Pembela dan Penolong Yang Terkuat Adalah Tuhan

https://scontent-a-sin.xx.fbcdn.net/hphotos-xfp1/t1.0-9/10469211_10202338988503909_2170380885446025866_n.jpg

Bruder Ribut "Gara-gara Pilpres"



Bruder Ribut "Gara-gara Pilpres"

"Gara-gara Pilpres"
Di sebuah biara di Ruteng hiduplah 3 orang bruder yang berkarya merawat orang gila. Sebutlah nama mereka Bruder A, B, C. 

Awalnya ketiganya sangat rukun dan kompak. Namun belakangan ini, relasi ketiganya sedikit terganggu. Apa pasal? Soal pilpres dan dukung-mendukung capres.
Bruder A mendukung paket nomor 1 sedangkan bruder B mendukung paket nomor 2. 

Akibatnya, selalu saja terjadi perdebatan sengit antara keduanya di mana pun (kecuali di kapel) jika topik pembicaraan terkait capres. Apalagi di kamar rekreasi. Jika Bruder A lebih dahulu ke kamar rekreasi, maka TV one yang ditonton. Sebaliknya, jika Bruder B lebih dahulu ke ruang rekreasi, maka Metro TV yang ditonton. Biasanya yang satu akan mengalah dan tidur.


Lalu bagaimana dengan Bruder C? Ia rela mengatakan kepada keduanya bahwa ia tidak mendukung siapa-siapa agar tetap menjadi penegah di antara keduanya jika perdebatan mengenai copras-capres mulai memanas.
*Ingat: Kekekuargaan dan persaudaraan tetap nomor 1, capres nomor 2 

Sunday, June 22, 2014

Suster OSF

















Source : FB emmanuella.osf

Suster dari Biarawati Bunda Hamba Allah



Source:  FB Maria Cylla

Sr Isabella Charitas










Sr Maria Ikun OCF Cs












Saturday, June 21, 2014

Kongregasi Suster Dina Santo Yoseph ( DSY) Indonesia


 

Ya Tuhan, puji syukur ku panjatkan atas Rahmat Panggilan yg telah ku jalani selama 15thn dlm Kongregasi Dina St. Yoseph. Trimaksh utk keluarga, saudara-saudari sepanggilan dan seluruh umat yg selalu mendoakan, dan mendukung saya. Semoga teladan St. Fransiskus Asisi, St. Yoseph dan Pendiri Mgr.Petrus Savelberg selalu menjiwai kami dlm pembaktian ini. Allah sudah menolong, Allah Masih menolong, Allah akan senantiasa menolong. "Ini aku, Utuslah aku".





Source : FB Angela Kalalo


Nias - Wonder of the World from Indonesia oleh The Real Wonder of the World Foundation.


Nias - Wonder of the World from Indonesia oleh The Real Wonder of the World Foundation.

Di sela-sela kunjungan kerjaku ke Teluk Dalam (Pulau Nias) saya menyempatkan diri mengunjungi desa Bawomataluo pada tanggal 16 Juni 2014. Jarak tempuh dari Teluk Dalam ke desa ini kurang lebih 40 menit. Inilah sebuah desa adat yang sudah berusia ratusan tahun dan saat ini telah menjadi salah satu warisan budaya dunia yang telah diusulkan oleh UNESCO sejak tahun 2009, dan pada bulan Desember 2012 lalu dianugerahi sebagai salah satu Wonder of the World from Indonesia oleh The Real Wonder of the World Foundation.
Desa Bawomataluo (secara harafiah berarti: Bukit Matahari) diperkirakan didirikan antara tahun 1830-1840. Inilah merupakan sebuah perkampungan dengan deretan rumah adat tradisional (Omo Hada) khas Nias Selatan dengan jumlah 137 Omo Hada yang masih utuh, dengan sebuah OMO SEBUA (Rumah Adat Besar/ Rumah Raja di tengah-tengahnya). Perkampungan ini terletak pada ketinggian 324 meter di atas permukaan laut ini, yang dihuni oleh 1310 Kepala Keluarga (KK).
Untuk mencapai desa Bawomataluo dari jalan raya, kita harus menaiki 77 anak tangga (awalnya 80 anak tangga, namun berkurang akibat longsor) dengan latar belakang bentangan desa Orahili dan pemandangan Pantai Sorake dan teluk Lagundri di kejauhan.
Pekarangan seluruh desa itu terbuat dari susunan lempengan bebatuan. Tak jauh dari anak tangga terakhir gerbang Bawomataluo, kita akan melihat sebuah batu lompat setinggi 2,15 meter (batu itu disebut Fahombo atau Hombo Batu dalam bahasa Nias). Di sebelah kiri batu itu terletak Omo Sebua (Rumah Raja) dan di sebelah kanannya terletak Omo Bale (Balai Desa).
Omo Sebua merupakan rumah adat terbesar yang disangga oleh kurang lebih 60 tiang dan beberapa di antaranya merupakan tiang kayu bulat yang sangat besar. Batang-batang kayu raksasa itu konon didatangkan dari pulau Telo dan pulau-pulau lainnya di sekitar pulau Nias dengan cara dihanyutkan ke laut. Kemudian ditarik dari darat ke atas bukit dengan kereta peluncur.
Menurut cerita yang berkembang dalam masyarakat setempat, Omo Sebua ini dibangun oleh 40 pekerja ahli, dan menghabiskan masa empat tahun untuk merampungkannya. Selama empat tahun itu, tiap harinya dua ekor babi disediakan untuk makanan para pekerja. Dan puncaknya, 300 ekor babi dihidangkan saat Omo Hada ini selesai dibangun dan diresmikan. Uniknya, seluruh taring babi selama empat tahun tadi itu, tidak disia-siakan, melainkan dijadikan dekorasi di dalam Omo Hada.
Di depan Omo Hada ini, terdapat meja batu lengkap dengan kursi yang juga dari batu (Daro-daro atau Harefa) serta beberapa menhir. Ada sebuah batu yang menjulang tinggi, yang namanya batu Faulu (batu tanda menjadi raja)


Saya bersama Pastor Thomas Maduwu OFMCap (pastor paroki luar kota Teluk Dalam) bersia-siap menaiki tangga.



Para penduduk baru pulang dari pasar dan menaiki anak tangga tangga untuk mencapai rumah mereka di desa Bawomataluo.


 



Saya sudah capek dan nafas tersengal-sengal. Agar bisa istirahat sejenak, saya berdalih minta difoto menjelang anak tangga terakhir. Di kejauhan nampak laut. 



Gantian saya memotret Pastor Thomas Maduwu


Perkampungan yang ada di bawah desa Bawomataluo



Dari desa Bawomataluo kita bisa menyaksikan hamparan laut di kejauhan


Gereja Protestan dengan menara kembar terlihat dari tangga Bawomataluo.




Begitu segala anak tangga kita lewati, terhamparlah di hadapan kita desa Bawomataluo dengan pekarangan yang terbuat dari susunan lempengan bebatuan.



Deretan rumah-rumah tradisonal. Di ujung kita bisa melihat menara gereja Katolik.




Deretan rumah-rumah tradisonal.


Omo Sebua (Rumah Raja).







Perhatikan batu padas yang rata dan licin yang berjejer di depan rumah. Ini sangat berguna bila ada kegiatan di halaman luas itu agar para penduduk kampung punya tempat duduk untuk menyaksikannya.





Omo Bale (Balai Desa).



Batu lompat setinggi 2,15 meter (batu itu disebut Fahombo atau Hombo Batu dalam bahasa Nias).



Seorang pemuda sedang latihan melompat Hombo Batu. Dalam acara resmi dia harus menyandang perisai di tangan kiri dan memegang tombak di tangan kanan.


Sebuah batu padas yang digosok licin menjadi tempat duduk. Di dekatnya ada peninggalan meriam kuno.





Batu Faulu (batu tanda menjadi raja).





Meja batu.


 



Omo Sebua merupakan rumah adat terbesar yang disangga oleh kurang lebih 60 tiang dan beberapa di antaranya merupakan tiang kayu bulat yang sangat besar. Batang-batang kayu raksasa itu konon didatangkan dari pulau Telo dan pulau-pulau lainnya di sekitar pulau Nias dengan cara dihanyutkan ke laut. Kemudian ditarik dari darat ke atas bukit dengan kereta peluncur.

Omo Sebua merupakan rumah adat terbesar yang disangga oleh kurang lebih 60 tiang dan beberapa di antaranya merupakan tiang kayu bulat yang sangat besar. Batang-batang kayu raksasa itu konon didatangkan dari pulau Telo dan pulau-pulau lainnya di sekitar pulau Nias dengan cara dihanyutkan ke laut. Kemudian ditarik dari darat ke atas bukit dengan kereta peluncur.

Ukiran kayu pada dinding Omo Sebua (Rumah Raja). Yang dinampakkan dalam ukiran ini ialah lambang kerajaan.


Saya sejenak mencicipi kursi raja.





Taring babi (yang disembelih waktu pesta-pesta) dijadikan dekorasi di dalam rumah.




Suasana di dalam Omo Bale (Balai Desa).


Suasana di dalam Omo Bale (Balai Desa).



Hari sudah senja, ketika kami meninggalkan desa Bawomataluo. Dan di kejauhan air Lautan Hindia kelihatan mengkilap ditimpa matahari senja.

Source : 
Leo Sipahutar OfmcapLeo Sipahutar Ofmcap



Tags