Latest News

Tuesday, January 28, 2014

" BLUSUKAN DAN KERJA " .



" BLUSUKAN DAN KERJA " . 

Blusukan itu adalah BAGIAN dari kerja. Dengan cara blusukan berarti TAHU PERSIS persoalan - persoalan apa yang sebenarnya terjadi di Lapangan . Tidak hanya DUDUK dibelakang meja , yang hanya mendapat laporan dari bawahan atau orang - orang disekelilingnya. Dengan cara blusukan bisa mengerti kondisi dilapangan yang sebenarnya , tahu dan mendengarkan apa yang disuarakan dan di inginkan Rakyat Masyarakat luas . 

Jadi tidak asal mendapat informasi ABS saja. LELANG JABATAN bisa untuk menghindari KOLUSI - NEPOTISME jabatan . Masalah BANJIR di Jakarta banyak sekali faktor penyebabnya diantaranya : 

1 Persoalan Katulampa yang belum terselesaikan hingga detik ini oleh pemerintah Pusat - Negara. Meski HUJAN DERAS , persolan banjir di Jakarta TIDAK AKAN SANGAT PARAH sekali selama TIDAK ADA kiriman banjir dari Bendungan Katulampa . Dan jika hanya curah hujan di DKI saja lebih mudah diatasi dengan pengerukan Sungai dan Waduk , membuat Sumur peresapan + biopori , memperlebar sungai , penyediaan pompa - pompa penyedot , pengaturan sampah dan sebagainya. 

2 . Hilangnya Situ - situ dan peresapan , yang digunakan untuk pendirian Mall - mall , bangunan rumah - kantor , gedung dan sebagainya . 

3 Permukaan tanah di DKI yang semakin turun akibat beban berat Gedung - gedung tingkat. 

4 Penyedotan Air tanah secara besar - besaran bisa timbulkan turun dan amblesnya tanah. 

5 Permukaan air laut di Jakarta yang meninggi akibat pemanasan global. Terkait KEMACETAN selama jumlah mobil pribadi TIDAK DIKURANGI , maka akan semakin stug - macet total di Jakarta. Jokowi - Ahok yang sudah mencangkan diperbanyak kendaraan umum , pemerintah Yudoyono malahan mengeluarkan kebijakan MOBIL MURAH. otomatis mobil pribadi di Jakarta makin m e m b l u d a g , karena Orang - Orang kaya berduwit banyak di Jakarta. 


Pada saat sekarang yang disebut Negara maju adalah PARA PIMPINAN - PEJABAT yang mau menggunakan kendaraan umum seperti di : Jepang , Inggris , Jerman dan sebagainya. 

Sudah saatnya di Jakarta diberlakukan : Bus - bus Sekolah hingga Perguruan Tinggi , bus - bus Kantor , jalur SEPEDA , Pembatasan kepemilikan mobil pribadi , perbanyak angkutan umum yang nyaman , tarif GRATIS angkutan umum dan sebagainya .

Source : FB Putranto Argo

PANGGILAN HIDUPKU



PANGGILAN HIDUPKU

I. PENEGASAN PANGGILAN

Panggilan hidup membiara yang telah saya pilih memiliki motivasi yang tentunya tidak langsung berupa motivasi yang adikodrati namun disertai dengan motivasi tidak sadar dan sadar. Dalam buku Penegasan Panggilan,  Rm. J. Darminta, SJ dikenal dengan istilah motivasi benar dan sah, motivasi bercacat, dan motivasi tak mencukupi. Oleh karena itu, panggilan perlu didalami dan diolah agar menjadi jelas dan dewasa. Proses itu tidak memerlukan waktu satu dua hari melainkan merupakan perjuangan terus menerus setiap hari.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan panggilan hidup saya hingga menjadi jelas dan dewasa. Namun yang selalu saya pegang bahwa panggilan merupakan rahmat dan sarana langsung bagi penegasan panggilan itu sendiri adalah panggilan Ilahi yang tersirat dalam pengalaman-pengalaman rohani saya.

Menurut Rm. J. Darminta, SJ dalam bukunya yang berjudul Penegasan Panggilan, ada 2 faktor yang dapat membantu penegasan panggilan, yaitu faktor internal dan eksternal. Beliau menyebutnya dengan rahmat internal dan rahmat eksternal.

A. Penegasan Panggilan Internal

Penegasan internal melewati dua langkah, yaitu:

Pertama, apakah kita memiliki dasar panggilan, yaitu motivasi-motivasi, yang mungkin samar-samar menggambarkan empat kriteria:
1.      Cita-cita dan bentuk hidup yang dipilih sesungguhnya tidak mengingkari kemanusiaan manusia, malahan meningkatkan kualitas hidup dan iman.
2.      Cita-cita dan bentuk hidup itu sungguh bersumber dan kembali ke penghayatan hidup Yesus Kristus dan Injil-Nya, sebagaimana tampak dalam kebijaksanaan Salib sebagai pusat bentuk hidup itu.
3.      Cita-cita dan bentuk hidup itu menyatu dan mengungkapkan empat fungsi atau aspek, atau salah satunya dari hidup menggereja, yaitu ibadah (liturgia), pewartaan (kerygma), persekutuan-persaudaraan (koinonia), kesaksian pergulatan rohani (martyria), dan pelayanan (diakonia).
4.      Cita-cita bentuk hidup itu sungguh mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam hidup sebagai Paracletus, yaitu penolong dan penguat bagi mereka, terutama yang miskin.

Kedua, apakah keinginan kita sudah mengandung kemampuan dan kelak akan menghasilkan buah. Oleh karena panggilan itu adalah rahmat, maka buah-buah yang dimaksud adalah buah-buah Roh sebagaimana disebutkan dalam Gal 5:22-23, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kelemahlembutan, penguasaan diri, kerendahan hati, kesederhanaan, dan kemurnian. Bila dalam perjalanan panggilan tidak dihasilkan buah-buah itu, maka dapat dipertanyakan kembali apakah kita sungguh-sungguh dipanggil untuk hidup bakti dan apakah motivasi kita sudah benar dan sah atau merupakan motivasi adikodrati?
Dari beberapa orang yang memutuskan untuk mundur dari hidup bakti mengatakan bahwa motivasi mereka memilih hidup membiara belum jelas dan masih terlalu banyak keinginan dan cita-cita di luar jalan hidup membiara yang ingin dicapai. Mereka masih merasa berat meninggalkan segala sesuatu yang pernah mereka miliki sebelum masuk biara. Penghayatan ketiga kaul, ketaatan, kemurnian dan kemiskinan dirasa sangat berat. Akhirnya mereka pun tidak merasakan sukacita dalam biara, mereka sulit membentuk dan mengembangkan diri ke arah hidup religius dan itu berarti mereka tidak mampu menghasilkan buah.

Lalu bagaimana dengan perjalanan perkembangan panggilan saya sendiri? Apakah saya sudah memiliki kejelasan dan kedewasaan motivasi? Apakah sudah ada buah-buah yang dihasilkan selama di biara?
Awal munculnya keinginan menjadi seorang biarawati adalah waktu masih kecil. Motivasi saat itu adalah ingin menjadi seperti tante saya yang adalah seorang suster. Setelah menginjak SMP keinginan itu makin kuat. Saya melihat seorang suster begitu anggun dan sepertinya memiliki kehidupan yang suci, tidak berbeban berat dan selalu bersukacita. Saya ingin menikmati hidup seperti itu. Menginjak SMA keinginan itu tetap ada dan motivasinya masih sama dengan saat SMP, demikian pun saat kuliah. Baru setelah selesai kuliah saya ingin mempersembahkan diri saya untuk Tuhan, terserah Tuhan mau buat saya menjadi seperti apa. Seolah-olah saya ingin mengosongkan diri dan lepas dari kehidupan saya sebelumnya yang sungguh tidak baik. Dari hasil refleksi perjalanan hidup saya, saya merasa Tuhan begitu mencintai saya hingga Ia kerap hadir dalam mimpi-mimpi saya. Demikian pun dengan Bunda Maria. Sungguh saya merasa bahwa Tuhan inginkan saya untuk lepas dari dunia dan menjadi hamba-Nya dengan menjadi seorang religius. Ketika merasa ragu dan ingin mundur, saya mencoba untuk kembali ke motivasi itu dan itulah yang menguatkan saya dan meyakinkan saya.

B. Penegasan Panggilan Eksternal

Faktor eksternal yang dapat membantu penegasan panggilan, yaitu aptitude (kecocokan dan kekuatan). Menjadi seorang religius diperlukan kecocokan dan kekuatan yang cukup dalam menghayati panggilan religius. Gereja menetapkan kecocokan dan kekuatan yang dituntut untuk diterima bergabung dengan tarekat religius. Sebagai contoh, Gereja mengetengahkan syarat-syarat minimal untuk keabsahan, misalnya telah dibaptis, kemudian syarat-syarat kelayakan (liceitas), misalnya dalam keadaan rahmat artinya percaya kepada Kristus secara benar bukan bidaah, usia sesuai dengan kanonik, dsb. Dari situ ditentukan dan digambarkan hal-hal yang menjadi penghalang dan penghambat-penghamabat yang tidak memungkinkan orang menghayati panggilan imamat atau religius (irregularitas). Bila syarat-syarat minimal terpenuhi dan tidak ditemukan adanya penghalang, dapatlah disimpulkan bahwa calon memiliki kecocokan dan kekuatan untuk menghayati panggilannya. Selain itu perlu dilihat juga kesehatan fisik, kesehatan mental dan keseimbangan rohaninya.

Dari beberapa kejadian mundurnya calon religius ada yang karena faktor kesehatan yang tidak memungkinkan atau kesehatan mentalnya terganggu dan keseimbangan rohaninya kurang baik. Untuk syarat-syarat minimal sebagian besar para calon religius mampu memenuhinya.

Lalu bagaimana dengan saya? Dari semua faktor yang disebutkan, sampai hari ini saya telah mampu melewatinya. Namun bagi saya pribadi, ada faktor eksternal yang amat menentukan juga bagi penegasan atau kejelasan dan kedewasaan panggilan saya, yaitu dukungan dari keluarga, sahabat, teman-teman sepanggilan dan yang tidak kalah penting kebersamaan dengan anggota sekomunitas. Sukacita dan kegembiraan, persaudaraan, yang penuh kasih, kebaikan dalam komunitas membuat saya kerasan dan semakin ingin lebih dalam dalam mempersembahkan diri dalam hidup bakti.

Namun demikian, saya masih dalam proses mencari dan terus mencari, sebab keadaan tak selamanya indah. Dalam masa-masa sulitlah justru ujian datang, apakah saya tetap setia atau tidak atau malah meragukan panggilan diri sendiri lalu mundur. Maka, bagi saya kejelasan dan kedewasan panggilan adalah sesuatu ynag terus dicari dan diperjuangkan setiap hari dalam perjalanan panggilan ini sebab bisa jadi hari ini aku yakin dengan panggilanku tapi hari berikutnya bimbang dan ragu. Tetapi sejauh ini  saya merasa yakin akan panggilan saya sebab saya merasakan buah-buah Roh dalam komunitas ini.

II. KONSEKUENSI MENJADI SEORANG RELIGIUS

Menjadi seorang religius berarti mengikuti Kristus secara radikal. Maka konsekuensi yang dihadapi seorang religius tentunya berbeda dengan awam. Sebab Yesus sendiri bersabda: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiku.” (Mat 10:38). Salib yang ditanggung oleh masing-masing orang tentu berbeda. Namun dalam hal ini saya mencoba merumuskan konsekuensi-konsekuensi bagi orang yang mau mengikuti Kristus dengan jalan menjadi seorang biarawan, biarawati atau imam. Konsekuensi-konsekuensi ini juga yang saya sendiri tanggung dan rasakan.

A. Meninggalkan Kekayaan dan Keluarga

Kisah orang muda yang kaya dalam ketiga Injil sinoptik (Mat 19:16-26; Mrk 10:17-27; Luk 18:18-27) menegaskan bahwa jika kita mau mengikuti Yesus, kita harus meninggalkan kekayaan kita. Artinya kita tidak boleh lekat pada kekayaan atau harta duniawi. Konsekuensi ini tertuang dalam kaul kemiskinan yang dihidupi oleh seorang religius. Dengan demikian kita pun tidak boleh khawatir tentang pemenuhan-pemenuhan kebutuhan kita (Mat 6:25-34; Luk 12:22-31). Inilah kemiskinan religius, yakni menyerahkan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.

B.Memilih hidup Membiara.

Memilih hidup membiara berarti juga rela meninggalkan keluarga, sahabat, teman dan siapa saja yang berelasi dengan kita sebelum masuk di biara. Tujuannya adalah supaya kita pun belajar untuk lebih fokus pada pembentukan relasi yang erat dan dekat dengan Allah. Kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dan pengharapan kita. Injil mengisahkan tentang hal ini juga, yaitu dalam Mat 8:18-22; Mat 10:34-42; Luk 9:57-62.

C. Tidak Menikah

Menjadi seorang religius rela untuk tidak menikah. Sebagaimana dikatakan dalam Injil Mat 19:12 bahwa ada orang yang membuat dirinya tidak menikah karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Hal tersebut tertuang dalam kaul kemurnian, meski sebernarnya kaul kemurnian bukanlah berarti perawan secara biologis saja melainkan merupakan pengertian hati yang tak terbagi untuk Allah. Namun sampai saat ini keperawanan secara biologi penting demi mutu integrasi hati pribadi seorang religius. Fr. Timothy Radcliffe, OP menjelaskan hal ini dengan cukup jelas dalam bukunya yang berjudul Sing A New Song.

D. Taat

Seorang religius mengikrarkan kaul ketaatan. Ketaatan erat kaitannya dengan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai seorang religius. Oleh karena seorang religius adalah orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah maka ia pun harus taat kepada peraturan-peraturan yang berlaku dalam tarekat yang diikutinya sebagai bentuk pengosongan dirinya. Seorang religius harus siap diutus kemana pun.

Meski lepas dari dunia, namun seorang religius tetaplah merupakan warga negara dan masyarakat yang merupakan sasaran karya pelayanan. Maka Injil mengatakan tentang hal ini: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21).

Tentunya konsekuesi-konsekuensi lain juga turut menyertai dalam menghayati ketiga kaul tersebut terutama dalam menghayati hidup bersama di komunitas. Konsekuensi tersebut dapat berupa pengorbanan dalam hal perasaan, tenaga, pikiran, dsb yang sebetulnya semuanya harus merupakan konsekuansi yang membebaskan sebab seperti yang telah dikatakan di atas bahwa panggilan ini adalah rahmat dan tawaran jalan panggilan ini adalah bebas bagi siapa saja. Oleh karenanya, buah-buah Roh dapat dijadikan faktor untuk menentukan ketegasan panggilan. Bila segala konsekuensi itu dihadapi dengan penuh sukacita, maka itulah rahmat panggilan.

III. MENGENDALIKAN LIBIDO

Manusia merupakan mahluk biologis yang tak pernah bisa lepas dari dorongan seksualnya. Namun seseorang yang memilih jalan panggilan hidup membiara dengan bebas dan rela melepas pilihan itu. Hal ini tidak menyalahi kodrat manusia yang diciptakan berpasang-pasangan, sebab seperti telah disebutkan bahwa dalam Injil pun dikatakan bahwa ada orang yang dengan rela tidak menikah demi Kerajaan Sorga (Mat 19:12). Seorang religius mau menyerahkan dirinya secara utuh bagi karya penyelamatan Allah di dunia. Bila menikah tentu pelayanannya tidak akan fokus. Seorang suami akan memikirkan bagaimana membahagiakan istri dan anaknya dan sebaliknya seorang istri akan berusaha untuk membahagiakan suami dan anak-anaknya juga. Hidup selibat mengarahkan sesorang untuk fokus pada Allah dengan hati yang tak terbagi.

Kenyataan berbicara bahwa yang berkaul kemurnian adalah pribadi orangnya sedangkan hormonnya tidak. Hormon tetap bekerja normal dan hal tersebut menimbulkan dorongan-dorongan seksual atau libido. Lalu bagaimana seorang religius  mengatasi hal tersebut supaya kemurniannya tetap terjaga?
Hal penting yang harus dipegang adalah bahwa kita tidak boleh melarikan diri dari kodrat itu. Artinya, mengatasi libido tersebut dengan menyalurkannya pada aktivitas lain. Fr. Timothy mengatakan bahwa bila hal tersebut dilakukan maka itu merupakan pengingkaran terhadap kerapuhan yang ada dalam relasi insani. Orang yang mencari kepuasan dengan cara melampiaskannya dengan banyak beraktivitas dapat tetap menjaga diri, tetap kokoh dan terkendali, tetapi selalu merasa takut. Padahal penghayatan kemurnian tidak mungkin bila dilandasi oleh ketakutan akan seksualitas.

Libido merupakan bentuk dari emosi atau perasaan dan merupakan sebuah dorongan dari kerja hormone yang mengakibatkan muncul perasaan ingin dipuaskan dan sebagainya. Br. Theo, FIC dan Br. Martin, FIC dalam bukunya yang berjudul Membangun Hidup Religius Yang Damai dan Sejahtera menyebutkan bahwa hal pertama yang harus dilakukan dalam mengelola emosi adalah menyadari dan menerima bahwa kita sedang emosi, bahwa kita sedang merasakan atau terdorong untuk melakukan atau memenuhi sesuatu dalam diri kita. Diperlukan sebuah sikap yang tenang dan sebagai religius, kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan dan mohon kuasa Roh-Nya untuk dapat meolong kita mengatasi libido kita.

Menurut pengalaman saya pribadi, sikap tersebut memang sangat membantu. Usaha konkretnya yakni dengan membaca Kitab Suci dan meresapkan sabda Allah sendiri serta selalu kembali kepada motivasi yang benar dan sah kita mejadi seorang religius. Ada beberapa ayat dalam Ktab Suci yang membantu kita dalam mengendalikan libido kita, yaitu:

     2 Tim 2:22 “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hatio yang murni.”
   2 Kor 10:5 “ Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus.”
     Mat 28:20     “ dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu sampai kepada akhir zaman.”
     Ibr 10:24-25 “ Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
    Rm 1:16      “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.”
Dari ayat-ayat tersebut, maka penting juga bagi kita untuk menghindari dorongan seksual yaitu dengan menjaga pergaulan dan relasi dengan lawan jenis, tapi bukan berarti membatasi diri dan diliputi rasa takut melainkan cinta yang bebas dan tidak posesif. Atau dapat juga dengan meresapkan ayat-ayat favorit yang dapat meneguhkan iman dan harapan akan Allah yang mampu mengatasi segala.

Bagi saya pribadi, kecenderungan dan kelekatan-kelekatan yang mengganggu perjalanan panggilan saya adalah dalam hal kemurnian ini. Saya memiliki kecenderungan yang selalu ingin diperhatikan apalagi oleh lawan jenis. Juga karena didorong oleh pengalaman masa lalu yang telah beberapa kali mengalami pacaran. Melalui aktivitas-aktivitas yang ada dalam biara membuat saya jarang sekali mengalami dorongan-dorongan itu. 

Kalau pun saya teringat akan relasi-relasi dengan lawan jenis, maka seperti yang saya katakan, saya berusaha untuk menyadarinya dan menyerahkannya pada Allah dalam doa-doa saya, sebab saya tahu bahwa saya sangat lemah dalam hal ini. Aktivitas doa amat sangat menolong saya. Saya tidak takut menjalani perjalanan dalam bahtera panggilan saya sebab saya percaya terang Kristus yang memanggil saya akan senantiasa menyertai saya. Amin.

WITH JESUS IN MY VESSEL
I CAN SMILE AT THE STROAM

 
DAFTAR PUSTAKA
Darminto, J. 2006. Penegasan Panggilan. Kanisius, Yogyakarta.
Lembaga Alkitab Indonesia. 1976. Alkitab Deuterokanonika. LAI, Jakarta.
Radcliffe, Timothy. 2009. Sing A New Song, Nyanyikanlah Lagu Baru. Dioma, Malang.
Riyanto, Theo dan Martin Handoko. 2008. Membangun Hidup Religius Yang Damai & Sejahtera. Kanisius, Yogyakarta.

Oleh: Ancilla Sutrisno

Source : ancillasutrisno.blogspot.com

Jatuh Cinta Sebuah Studi ?


Jatuh Cinta Sebuah Studi ?

Dalam sebuah film yang berjudul Vertical Limit, dikisahkan sebuah keluarga sedang melakukan pendakian pada sebuah tebing batu yang tinggi dan terjal. Mereka sangat percaya diri karena sebelumnya telah menaklukan banyak tebing. Dengan saling terhubung sebuah tali, mereka mendaki dengan gembira. 

Mereka masing-masing juga telah membawa peralatan yang lengkap. Ketika berada tidak jauh dari puncak tebing, tiba-tiba tas yang dibawa salah seorang dari mereka terjatuh diikuti pemiliknya yang kemudian menarik tali yang menghubungkannya dengan yang lain sehingga 3 orang dari mereka tergelantung dengan mengandalkan paku pengaman dari 2 orang yang masih bertahan berpegang pada tebing. Oleh karena panik dan ketakutan, salah seorang dari yang tergelantung itu terus saja meronta-ronta. Akhirnya ia pun terjatuh dan mati.

Ketika saya merenungkan kisah dalam Injil Markus 4:35-41, saya melihat ada hal yang behubungan dengan ceirta di atas. Injil menceitakan, para murid meninggalkan orang banyak lalu bertolak ke seberang dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu dimana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak yang menyembur masuk ke dalam perahu sehingga perahu itu penuh dengan air. Para murid panik dan takut, lalu membangunkan Yesus yang tertidur di buritan di sebuah tilam. Yesus kemudian menghardik angin itu dan angin itu reda serta danau menjadi teduh sekali.

Para pendaki dan para murid merupakan orang-orang yang telah berpengalaman. Sebelumnya para pendaki telah menaklukan banyak tebing dan kita ingat juga bahwa para murid sebagian adalah nelayan dari Galilea yang berpengalaman dalam melaut. Orang-orang dalam kedua kisah itu sama-sama telah membawa perlengkapan yang cukup. Para pendaki membawa peralatan mendakinya dan para murid membawa perahu lengkap dengan peralatannya. 

Selain itu, ada perahu-perahu lain dan Yesus yang menyertai mereka. Semua telah dirasa ok dan siap dengan segala resiko yang akan terjadi. Namun, ada perbedaan dari kedua kisah ini yaitu sikap yang diambil oleh pendaki yang jatuh dan para murid ketika dalam keadaan panik dan takut. Ketika merasa panik dan takut, seorang pendaki yang tergelantung meronta-meronta terus sehingga akhirnya ia terjatuh dan mati, sedangkan para murid ketika panik dan takut segera membangunkan Yesus dan meminta pertolongan kuasa-Nya.

Sebelum memutuskan untuk hidup membiara, saya merasa telah memiliki bekal yang cukup untuk mengarungi perjalanan hidup membiara: restu dan dukungan dari orang tua, kakak dan seluruh anggota keluarga besar, kesehatan yang baik, serta gambaran mengenai kehidupan di biara. Ketika ditanya suster apakah sudah pernah bekerja dan pacaran, dengan mantap saya jawab ya, pernah. Suster mengatakan bahwa pengalaman bepacaran perlu karena dapat membantu dalam proses perkembangan kepribadian dan penghayatan kaul kemurnian. Dengan demikian, saya menjadi lebih percaya diri dan rasanya bekal saya sudah sangat lengkap. Saya sudah pernah pacaran lebih dari satu kali. Saya bepikir bahwa saya akan lebih mengerti bagaimana berhadapan dengan lawan jenis agar tidak mudah tergoda karena setidaknya saya sudah berpengalaman.

Suatu ketika saya mengikuti sebuah kegiatan bersama dengan para postulan dari beragai kongregasi selama beberapa hari. Dari pengalaman itu, ada seorang postulan dari kongregasi bruder yang baik dan secara fisik menarik untuk saya. Saya tidak pernah berpikir untuk jatuh cinta, rasanya itu tidak mungkin karena saya sudah tahu bagaimana akibatnya. Namun ternyata, setelah selesai acara itu, ketika bedoa, bekerja dan belajar, wajah teman itu terbayang-bayang terus. Ketika saya menyadari bahwa saya jatuh cinta saya panik dan merasa takut sekali. Saya menjadi tidak tenang dan berusaha keras untuk menghilangkan bayangannya. Sungguh, saya dibuat kelabakan oleh perasaan itu. Aneh dan terkesan bodoh memang, tapi itu terjadi. 

Selain pernah mengalami sendiri, saya juga pernah membaca buku bagaimana kalau kita jatuh cinta. Tapi saat cinta itu datang tanpa kita sadari, ternyata membuat bingung juga. Dalam keadaan demikian, saya mencoba untuk tenang.

Bukan sebuah kebetulan bahwa suatu hari bacaan Injil yang direnungkan adalah Markus 4:35-51 dan tiba-tiba saya ingat cerita film Vertical Limit. Saya bepikir bahwa kalau saya tetap panik dan tidak dapat mengontrol perasaan saya, saya akan jatuh dan mati seperti pendaki itu. Namun, bila saya seperti para murid dalam perahu itu, saya pasti akan selamat. Artinya, saya harus membangunkan Yesus. Maksudnya adalah, saya perlu membangkitkan pengalaman-pengalaman saya bersama Yesus terutama pengalaman ketika saya merasa sungguh-sungguh dicintai oleh Yesus. 

Dengan demikian, kebutuhan cinta yang dipenuhi oleh Yesus membuat saya merasa serakah dan malu bila harus mencari cinta yang lain. Saya perlu belajar dari masa lalu untuk mengetahui apa yang harus saya lakukan supaya dapat mengatasi gejolak perasaan saya demi kelangsunan perjalanan panggilan saya. Br. Timothy Radcliffe, OP dalam buku Sing A New Song mengatakan, kita mempelajari masa lalu untuk menemukan benih-benih masa depan yang tak tebayangkan. Sasaran utama studi kita adalah mengasah ingatan dan banyak studi kita adalah studi tentang masa lalu.

Akhirnya, dalam meditasi saya mengingat pengalaman rohani saya ketika saya sungguh merasa istimewa bagi Yesus dan Ia memanggil saya untuk menikmati cinta-Nya di tempat ini. Pengalaman yang tak terlupakan dan ternyata mampu membuat saya merasa penuh dengan cinta. Rasa takut dan gelisah karena gejolak perasaan itu lambat laun akhirnya dapat saya atasi. Saya menyadari bahwa cinta itu anugerah yang harus saya syukuri. Apa yang saya alami adalah sebuah sapaan cinta dari Dia yang mencintai saya dalam keheningan. Dia menyapa, “Apa kabar Cinta? 

Apakah cintamu masih seperti yang dulu ataukah sudah berubah dengan adanya si dia?”. Setiap kali bayangannya muncul, saat itu saya katakan. “Tuhan, aku mencintai-Mu. Terima kasih Engkau telah hadirkan dia sebagai sapaan cinta-Mu padaku.” Dengan demikian saya menjadi lebih tenang dalam menghadapinya. Saya tidak menolaknya apalagi memaksa diri untuk melupakannya tetapi saya juga tidak selalu mengikuti keinginan untuk berkhayal tentang dia. Saya bisa menikmati hari-hari saya tanpa rasa panik dan takut.

Dari pengalaman jatuh cinta ini saya juga belajar untuk rendah hati dan tidak sombong. Saya merasa telah terlalu angkuh dan sombong. Saya hanya mengandalkan kekuatn diri. Dengan penuh percaya diri saya mengatakan bahwa saya tidak mungkin akan mudah tergoda oleh oleh lawan jenis dan jatuh cinta lagi. Oh..., saya bukan Tuhan. Tuhanlah yang memilki cinta itu. Dia bisa memberi rasa cinta itu pada siapa saja, kapan saja sekehendak hati-Nya. Dia pula yang sanggup menolong kita bilamana kita jatuh cinta. Kita tidak bisa mengatur cinta itu boleh datang atau tidak. Saya juga menemukan bahwa ternyata jatuh cinta itu juga studi. Selama saya bergulat dengan perasaan itu, saya mengolah budi dan hati saya, merenungkan dan mencari jalan keluar untuk dapat mengatasi gejolaknya. 

Saya juga berkontemplasi. Dalam situasi itu saya dibawa kepada pengalaman cinta Yesus dan sekali lagi mengalaminya serta memperbaruinya. Saya mampu mensyukuri dan mengagumi karya Tuhan dalam dirinya. Saya menyadari kelemahan saya yang akhirnya membuat saya selalu mencari kekuatan Tuhan. Maka saya menjadi orang yang berbahagia karena anugerah cinta itu dan pengalaman yang indah dan berharga yaitu studi tentang jatuh cinta dalam masa pembinaan sebagai calon religius. Syukur pada Tuhan, Sang Cinta Sejati.

oleh ancilla sutrisno 

ancillasutrisno.blogspot.com

DOMINIKAN ASIA-PASIFIK AKTIF DALAM KARYA KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEPEDULIAN PADA CIPTAAN

75048_530574203640613_719966816_n

BY DOMINIKANID – 03/02/2013

DOMINIKAN ASIA-PASIFIK AKTIF DALAM KARYA KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEPEDULIAN PADA CIPTAAN


SURABAYA (PEN@ Indonesia) — Berbagai laporan dalam pertemuan Keluarga Dominikan Asia Pasifik baru-baru ini membuktikan bahwa imam, suster, serta awam Dominikan terlibat dalam banyak karya dan pelayanan untuk Justice, Peace and Care of Creation (JPCC).
Dalam pertemuan di Surabaya 24-26 Januari 2013, imam, suster, dan awam dari Australia, Filipina, Indonesia, India, Jepang, dan Vietnam membagikan karya JPCC mereka, menghadiri seminar trafficking untuk anak-anak SMP, melihat lokalisasi Gang Dolly, dan membuat keputusan Konferensi JPCC 2014.
Konferensi JPCC Asia Pasifik ke-8 di Sawangan, Jawa Barat, 5-9 Juli 2010, memilih Pastor Andreas Kurniawan OP (Pastor Andrei), kini kepala paroki Redemptor Mundi Surabaya, bersama Suster Hermine Nurhayani OP dari Cirebon sebagai Co-Promotor JPCC Asia Pasifik periode 2010-2014.
Pertemuan yang dipimpin Pastor Andrei itu menetapkan, Konferensi JPCC Asia Pasifik ke-9 akan dilaksanakan di Indonesia tahun 2014 oleh jaringan JPCC Asia-Pasifik dan Journees Romaines Dominicaines dengan tema “Berkumpul bersama sebagai pembuat jembatan: tantangan membangun dialog antaragama dan perdamaian di wilayah-wilayah kita.”
Menurut Suster Gabrielle Kelly OP dari Australia, meskipun semakin tua, banyak suster Dominikan di Australia, baik langsung atau tidak langsung, secara pribadi atau bersama orang lain berkontribusi pada upaya keadilan dengan berbagai cara, sedangkan kelompok-kelompok awam aktif dalam urusan keadilan dan kini mulai mengambil tanggung jawab untuk karya-karya yang tidak bisa lagi ditangani para suster.
“Ada sejumlah pemimpin sekolah dan perguruan tinggi dalam asuhan Dominikan, di Adelaide, Melbourne dan Sydney, yang aktif mendorong kesadaran sosial di kalangan kaum muda dan memfasilitasi keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan bantuan di Australia (pribumi) dan di negara tetangga seperti Timor Leste, Vietnam, India, Indonesia, Afrika,” kata Suster Gabrielle.
Para suster di Selandia baru, jelas suster, menggunakan ketrampilan pewartaan mereka dengan menyebarkan Kabar Gembira, khususnya berkaitan dengan JPCC, dan ikut dalam kegiatan lingkungan hidup, dialog antaragama, human trafficking, konferensi tentang Euthanasia, dan seorang relawan muda Dominikan terlibat dalam pengembangan kaum muda, misi keadilan, dan bantuan bagi orang kusta.
Sementara itu, menurut Pastor Bienvenido Trinilla OP, keluarga Dominikan di Filipina sudah melakukan konferensi untuk kaum buruh, menanggapi badai di Mindanao dengan membantu merehabilitasi para korban dan memberi sumbangan uang serta barang-barang, serta menjaring semua sekolah Dominikan untuk membantu orang miskin, dan memberi beasiswa dan pendidikan bagi murid dari keluarga miskin.
Suster Cecilia Bayani OP menambahkan, para suster Dominikan di Filipina terlibat dalam konferensi judicial killing (pembunuhan di luar proses pengadilan) dan hak asasi manusia. Selain itu mereka menangani pelayanan pastoral bagi wanita dan anak anak yang menderita kekerasan, menanam 800 pohon di halaman biara, dan mendidik siswa tentang kontrasepsi, karena Dominikan menentang RUU yang membolehkan anak kecil menggunakan kontrasepsi dengan pengawasan orangtua.
Suster Hermine OP dari Indonesia melaporkan, setelah Konferensi JPCC Asia Pasifik 2010, suster-suster Dominikan di Jawa Tengah memfokuskan pengelolaan sampah, kunjungan ke keluarga-keluarga dari pekerja biara, dan penanaman pohon; di Jawa Barat menekankan pengelolaan sampah, pemanfaatan lahan, kunjungan ke penjara, kunjungan ke keluarga pekerja biara, pembagian Komuni bagi orang sakit, peduli pada persoalan human trafficking, dan pinjaman bagi tukang becak; DKI Jakarta memfokuskan pengelolaan sampah, pemanfaatan lahan, peternakan lele dan produksi madu.
Suster Hermine bercerita tentang susahnya merubah mindset TKW di luar negeri tentang pentingnya pendidikan, kebersihan dan martabat, sementara Suster Teresa Tri Astuti tentang kunjungan di penjara serta bantuan bagi orangtua yang anaknya berkebutuhan khusus.
Dominikan Awam di Jakarta juga mendukung pengelohan sampah dan peternakan lele yang dilakukan para suster, dan di saat pembantu biara mudik saat Ramadhan, jelas Theo Atmadi, Dominikan Awam membantu pekerjaan rumah tangga di biara.
Pastor Prakash Anthony Lohale OP dari India melaporkan, di sana sudah dijalankan proyek untuk anak-anak jalanan dan dia juga dibantu oleh para suster untuk menjalankan berbagai pelayanan.
Sedangkan Pastor Raymmod Latour OP dari Jepang mengaku tidak mengalami persoalan seperti negara lain, tapi banyak persoalan akibat tsunami. Maka, “kami jalankan program rekonstruksi sosial, misalnya memberikan tempat yang lebih baik bagi anak-anak korban tsunami,” jelas imam itu, seraya menambahkan bahwa mereka membantu orang yang mengalami tekanan akibat kerja dan keadaan keuangan mereka, dan para suster menjalankan panti asuhan.
Suster Maria Ha Dinh OP dari Vietnam menjelaskan, situasi negara tidak memungkinkan menjalankan tema Konferensi JPCC ke-8. “Dalam membangun keadilan dan perdamaian di Vietnam, kami, para Suster Dominikan, hanya berkomitmen melakukan pelayanan sederhana yang membantu pengembangan sosial dan kemanusiaan di negara kami juga demi kebaikan bersama umat manusia seperti: peduli kepada kehidupan manusia sejak kandungan hingga dimakamkan, dari yang belum lahir dan bayi-bayi yang baru lahir, dari anak-anak hingga kaum muda, dan hingga orangtua berusia senja.
”Pelayanan-pelayanan yang sudah dan sedang kami jalankan adalah perhatian bagi perempuan tua yang ditinggalkan, pelatihan keterampilan dan penciptaan lapangan kerja bagi kaum muda, pendidikan bagi orang cacat, orang miskin anak jalanan dan kaum muda, serta perlindungan bagi kehidupan anak-anak yang belum lahir serta kesejahteraan bagi para ibu,” jelas Suster Maria.
Suster Cecilia sangat terkesan dengan presentasi atau karya kerasulan yang disampaikan peserta, yang menurut dia sudah dipersiapkan dengan baik, juga presentasi dari suster-suster Indonesia, “khususnya sharing tentang kunjungan di penjara yang disampaikan Suster Teresa.”
Pertemuan yang dibantu oleh Dominikan awam Surabaya dan frater Dominikan itu, tegas suster, merupakan pertemuan yang bagus dan kaya. Lewat pertemuan itu, tegasnya, terlihat bahwa “Keluarga Dominikan tidak tidur, tapi tetap bekerja, tetap aktif dalam pelayanan meningkatkan hidup masyarakat dan hidup kami,” kata Suster Cecilia kepada PEN@ Indonesia.
Bagi perempuan yang sudah 23 tahun menjadi suster Dominikan dan 13 tahun berkarya dalam JPCC, “pertemuan ini memperkaya saya dalam karya JPCC dan menantang saya melakukan lebih banyak.”
 Source : dominikanid.org

Setiap Pribadi merupakan Aset Paroki

Setiap Pribadi merupakan Aset Paroki


Kiranya seruan Berbenah Diri ini semakin digaungkan agar juga akrab didengar oleh umat asli Kelor yang berada di perantuan…..
Sepucuk surat dari Tim Penyusun Buku Kenangan Lustrum I Paroki Kelor Gunungkidul yang bermaksud meminta saya untuk menulis sharing pengalaman sebagai putri Paroki, mengingatkan saya pada suatu kenangan masa lalu. Masih segar dalam ingatan saya, masa-masa indah sebagai anak Sekolah Minggu dan Mudika di Lingkungan Tobong yang merupakan bagian dari Wilayah Sambeng, sebelah Timur dari Paroki Kelor. Ada kegiatan sekolah Minggu dan kegiatan Mudika yang dihidupi dengan berbagai acara seperti halnya arisan, ziarah, rekreasi, makan bersama, koor, lomba-lomba, bahkan sekedar berkumpul dan berbagi cerita yang lucu-lucu. Kala itu terasa bahwa Gereja menjadi arena untuk berekspresi, berkreasi, dan mengkomunikasikan iman satu dengan yang lain. Senang sekali rasanya bila suatu hari hal itu bisa terulang kembali.
Kegembiraan semakin terasa dan semangat semakin menyala pada waktu itu manakala ada Suster/Frater/Bruder/Romo yang datang menyapa dan menemani kegiatan kami. “Andai ada Suster yang bisa intensif mendampingi Mudika, andai ada Romo yang ditugaskan di Tobong”, demikian si Irene remaja berandai-andai. “Daripada hanya berandai-andai kenapa saya sendiri tidak merealisasikan pengandaian tersebut?”, demikian saya menantang diri sendiri.
Kondisi Gereja yang membuat saya bisa berekspresi, berkreasi, dan mengkomunikasikan iman serta pengandaian yang muncul dari suatu keprihatinan bahwa “tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit” (Mat 9:37) menjadi salah satu hal yang memunculkan keinginan untuk menjadi seorang Biarawati/Suster. Sharing singkat saya tersebut saya awali untuk menyampaikan bahwa panggilan bertumbuh karena saya sebagai pribadi diberi ruang/tempat untuk belajar dan bertumbuh dalam iman oleh Gereja. Hal ini menjadi investasi yang luar biasa untuk panggilan saya saat ini.
Pada waktu saya memutuskan untuk masuk Suster (tahun 2000), saya tidak tahu bagaimana caranya menjadi Suster, yang saya tahu bahwa menjadi Suster itu hidupnya untuk pelayanan Gereja dan sesama. Saya juga tidak tahu meski bertanya kepada siapa karena belum ada orang di desa saya yang menjadi Suster/Bruder/Romo. Akhirnya saya memberanikan diri untuk datang ke Susteran OP Wonosari, saya yakin bahwa Suster disana baik-baik dan mau menerima saya. Saya sempat menjadi anak asrama di sana selama 3 bulan. Inilah langkah pertama saya menginjakkan kaki dalam kancah Kongregasi Suster-suster Santo Dominikus di Indonesia (OP) yang didirikan oleh Santo Dominikus de Guzman.
Ruarrr biasaaa…!!!, sepucuk surat dari Tim Penyusun Buku Kenangan Lustrum I Paroki Kelor juga mengingatkan bahwa telah 5 tahun saya meninggalkan Wonosari yang merupakan tempat tugas perutusan saya pertama. Menjalani tugas perutusan di daerah sendiri mengingatkan saya akan Sabda Yesus,”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”(Luk 4:24). Maka ketika saya datang ke komunitas Wonosari pada bulan Juli 2003, saya sempat mengalami ketakutan yang luar biasa. Sepanjang perjalanan dari Novisiat Baciro Yogyakarta ke Wonosari, saya mengalami keragu-raguan, kecemasan, dan kekuatiran. Apakah saya nanti diterima didaerah kelahiran saya sendiri? Kalau tidak diterima bagaimana?. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak hati saya, meskipun saya yakin bahwa WAKTU yang akan memberikan jawabannya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kini telah terjawab bahwa saya sangat diterima di Paroki Wonosari (waktu itu Kelor belum mandiri) termasuk di Paroki Kelor. Bahkan saya sempat menyampaikan kepada salah satu teman Suster saya demikian,”Dulu waktu mau datang ke Wonosari saya merasa cemas dan takut. Namun, sekarang saya merasa bahwa saya takut, … takut dipindah maksudnya”. Sontak Suster yang mendengarkan ungkapan saya dengan serius menjadi tertawa. Ungkapan tersebut menandakan bahwa saya diterima di daerah asal sendiri dan saya juga mencintai daerah asal saya sendiri.
Sangat bagus tema yang diangkat pada peringatan Lustrum I yaitu “Berbenah Diri Membangun Citra Gereja yang Bersih dan Peduli”. Didalam tema tersebut terkandung suatu cita-cita, harapan, dan sesuatu yang akan diwujudkan bersama. Cita-cita dan harapan tersebut akan terwujud apabila dimulai dari masing-masing pribadi umat itu sendiri. Dan bila ini terjadi, maka akan menjadi gerakan bersama dalam koridor cita-cita yang satu dan sama yaitu terwujudnya Citra Gereja yang Bersih dan Peduli.
Setiap pribadi baik tua, muda, remaja, anak-anak, bahkan yang masih dalam kandungan merupakan asset yang luar biasa bagi Paroki. Mungkin banyak yang beranggapan bahwa orang tua yang sudah berusia lanjut tidak dapat digolongkan sebagai asset Paroki karena terkesan tidak banyak berbuat sesuatu. Bagi saya pribadi, tidaklah demikian. Satu hal yang membuat saya memiliki pandangan demikian berkat sebuah pengalaman sederhana. Suatu hari saya pernah berjalan menyusuri jalan yang sepi dan banyak pepohonan. Saya terkesan melihat sebatang pohon yang tua dan sudah ditebang separuh. Nampaknya mustahil dari pohon tersebut akan muncul kehidupan, namun kenyataannya dari pohon tersebut justru muncul tunas baru bak memunculkan harapan-harapan baru.
Berbenah Diri Membangun Gereja yang Bersih dan Peduli perlu memperhatikan bahwa setiap pribadi merupakan aset yang sangat berharga yang perlu diberi ruang/tempat untuk berkreasi, berekspresi, saling mengkomunikasikan iman, dan menggali potensi sebagai pribadi. Sebaliknya juga diperlukan kesadaran dari tiap pribadi umat bahwa dirinya merupakan asset yang berharga untuk Paroki. Pertanyaan,”Apa yang dapat saya sumbangkan untuk Paroki?”, baik untuk kita tanyakan pada diri kita masing-masing dan bukan sebaliknya, menuntut apa yang telah diberikan Paroki kepada saya?
Kiranya seruan Berbenah Diri ini semakin digaungkan agar juga akrab didengar oleh umat asli Kelor yang berada di perantuan. Waktu dan jarak tidak menghalangi untuk tetap peduli dan terlibat untuk mewujudkan cita-cita bersama ini. Siapapun diri kita dan dimana pun sekarang ini berada, perlu kembali menengok ke belakang bahwa Paroki telah meletakkan dasar iman yang benar dan kokoh dalam diri kita.
Saya sebagai umat yang sekarang ini bertugas di Jakarta (istilahnya di perantauan) juga masih “say hello” kepada orang-orang yang saya kenal untuk menanyakan bagaimana perkembangan Paroki. Pertanyaan yang sederhana seperti halnya siapa Romo Parokinya, bagaimana bangunan fisik gedungnya, siapa saja Dewan Parokinya dan sebagainya dapat menumbuhkan rasa “andarbeni”. Dibalik pertanyaan tersebut terselip juga harapan yang besar, banyak pemudi yang tergerak menemani saya untuk bergabung dalam barisan Suster-suster OP.
Teriring rasa syukur pada peringatan Lustrum I Parokiku tercinta, saya ingin menyampaikan harapan dan kerinduan saya khususnya kepada kaum muda untuk berani mengambil keputusan menanggapi panggilan sebagai Romo/Suster/Bruder. Saya yakin, diantara kaum muda-mudi ada yang terpanggil namun belum berani menanggapi sapaan Allah tersebut. Saya yakin seiring dengan semakin majunya Paroki Kelor, semakin tumbuh subur pula benih-benih panggilan.
Proficiat kepada Rm. Kristiyanto, Pr, para Romo, Dewan Paroki, para Panitia, dan segenap umat atas ulang tahun Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor yang ke-5 yang dirayakan pada tanggal 5 Agustus 2011. Semoga terwujudlah suatu harapan untuk Berbenah Diri Membangun Citra Gereja yang Bersih dan Peduli.***
Sr. Irene, OP
Source : 
dominikanid.org


Monday, January 27, 2014

Life is an opportunity, benefit from it.

























“Life is an opportunity, benefit from it.
Life is beauty, admire it.
Life is a dream, realize it.
Life is a challenge, meet it.
Life is a duty, complete it.
Life is a game, play it.
Life is a promise, fulfill it.
Life is sorrow, overcome it.
Life is a song, sing it.
Life is a struggle, accept it.
Life is a tragedy, confront it.
Life is an adventure, dare it.
Life is luck, make it.
Life is too precious, do not destroy it.
Life is life, fight for it.”
― Mother Teresa



Source : FB Sr Maria Miguel



Sr Maria Miguel OP & Dominican Sister of Mary, Mother of the Eucharist


-- We communicate joy to other people through our shining, happy, smiling faces and blithe spirits and bright glow of our personalities because of the Spirit of the Lord, because He's our personality and that's what wins the World to us!

" DOMINICAN SISTERS OF ST. CECILIA " 
-------- ( Nashville , Tennessee ) ------ 
" DOMINICAN SISTERS OF MARY , MOTHER OF THE EUCHARIST "
---------- ( Ann Arbor , Michigan ) ------ "


O sing unto the LORD a new song: sing unto the LORD, all the earth.

Sing unto the LORD, bless his name; shew forth his salvation from day to day.

Declare his glory among the heathen, his wonders among all people.

For the LORD [is] great, and greatly to be praised: he [is] to be feared above all gods.

For all the gods of the nations [are] idols: but the LORD made the heavens.

Honour and majesty [are] before him: strength and beauty [are] in his sanctuary.

Give unto the LORD, O ye kindreds of the people, give unto the LORD glory and strength.

Give unto the LORD the glory [due unto] his name: bring an offering, and come into his courts.

O worship the LORD in the beauty of holiness: fear before him, all the earth.

Say among the heathen [that] the LORD reigneth: the world also shall be established that it shall not be moved: he shall judge the people righteously.

Let the heavens rejoice, and let the earth be glad; let the sea roar, and the fulness thereof.

Let the field be joyful, and all that [is] therein: then shall all the trees of the wood rejoice

Before the LORD: for he cometh, for he cometh to judge the earth: he shall judge the world with righteousness, and the people with his truth.
 — 









" CHRIST , does not force our will . he takes only what we gave him , But he does not give himself intirely until he sees that we yield ourselves entirely to him -- St. Teresa of Avila .

Dominican Sisters Of Mary , Mother of the Eucharist - Ann Arbor , Michigan .

Mission : Education for the New Evangelization

Description :
We were founded in the Dominican tradition to spread the witness of religious life in accord with Pope John Paul II’s vision for a new evangelization. As Dominicans our primary apostolate is the education and formation of young people. We seek always to remain open to engaging the modern culture with new forms of evangelization in order to preach the Gospel and teach the Truth.
 





Source : FB  Sr Maria Miguel



Thursday, January 23, 2014

Sr Efrasia dan Suster - Suster Lain









Source : FB Efrasia

12 Rahasia Awet muda menurut Alkitab:



12 Rahasia Awet muda menurut Alkitab:



1. hadapilah segala masalah dgn santai dan tenang (1Kor. 10:13)


2. Bersedih hati jgnlah terlalu berkepanjangan (Rm. 12:12)


3.Aktilah dlm kerja dan pelayanan (Rm. 12:11)


4. Jauhkanlah amarah krn amarah memakan energi yg berpengaruh buruk terhadap fisik (Ams. 19:19)


5. Bila segala sesuatu dpt diselesaikan dgn ketenangan, mengapa hrs dibarengi dgn ketegangan? (Ams. 17:19-20)

6. Kedengkian dan iri hati berpengaruh buruk terhadap peredaran darah dan jantung (Mzr.37:1)

7. Jgn terlalu memperdulikan hal2 yg dilakukan org lain, sebaliknya bereaksilah dgn benar (Rm. 12:17-21)

8. Dunia ini berputar, bila kita sedang berada di bawah, jgn putus asa, ada saatnya kita pasti naik ke atas. tetapi kalau sudah berada di atas berhati-hatilah supaya tdk jatuh (2Kor. 4:17)

9. hadapilah penderitaan dgn percaya kepada Tuhan, krn semuanya itu akan membawa kebaikan sesuai dgn rencana Tuhan (Kej.50:20)

10. fisik harus dijaga dgn berolahraga dan makanan sehat (1 Tim. 4:8)

11. jgn lekas merasa tua krn dibandingkan dgn hari esok kita masih muda sekarang (Ams. 3:1-7)

12. hadapi org marah dgn tenang dan jgn masukan dalam hari (Ams. 14:29)
terima kasih semoga berguna,


Source : FB Tiuz Drogba

Frater Tiuz Drogba Dan Frater2 Projo Malang




















Source : FB Tiuz Drogba 

Suster Isabella Rohani Sitepu Charitas bersama umat di Irja.









Source : FB Bella Rohani

Tags